Begin Again

Zoe Rahajoe
6 min readMay 17, 2022

--

Seorang perempuan berpakaian kemeja putih dan celana abu-abu — yang merupakan seragam kerjanya — terlihat sedang duduk menghadap ke arah tembok, membelakangi pemandangan lapangan golf yang ditawarkan di tempat ini. Dengan santainya ia menyeruput minuman yang sepertinya sudah sedari tadi ia pesan, terlihat dari embun di gelasnya yang sudah berubah menjadi air dan membanjiri tatakannya. Cafe yang terletak di bagian barat kota ini bukanlah tempat yang asing bagi Lorraine, cukup sering ia datang ke tempat ini setelah jam kerjanya selesai, karena memang lokasinya tidak jauh dari tempat Lorraine bekerja.

Selain itu, cafe ini juga memiliki band yang menjadi salah satu band cafe kesayangan Lorraine, jadwal tampil mereka di cafe ini adalah setiap hari rabu mulai pukul 5 sore hingga jam 8 malam. Beruntung bagi Lorraine, malam ini adalah malam spesial karena lagu yang dibawakan oleh band yang akrab disebut “Flat White Band” ini bertemakan Taylor Swift. Lorraine yang awalnya datang tanpa rencana merasa sangat bersyukur atas keputusan impromptu yang ia buat, karena Taylor Swift merupakan salah satu musisi favoritnya. Ia rasa semua lagu musisi yang kerap dijuluki Blondie itu selalu membuatnya mengenang masa-masa saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah, arti liriknya bisa dibilang sangat umum, tetapi signifikan dan sangat personal bagi beberapa orang. Dan tentu, alasan utamanya menyukai Taylor Swift adalah karena permainan kata dalam lirik lagunya yang memiliki banyak arti tersembunyi. Setiap mendengarkan lagunya, Lorraine merasa ia sedang menikmati sebuah alunan teka-teki yang harus ia pecahkan dalam kepalanya.

Sesi pertama permainan musik telah selesai, para penyanyi kemudian menawarkan audiens yang ingin mengajukan saran lagu yang ingin dimainkan oleh si home band untuk menghubungi salah satu waiter di cafe itu. Tentu saja Lorraine tidak bisa melewatkan kesempatan emas ini, ia langsung mengacungkan tangan ke atas sembari mengatakan “Mas, saya mau request lagu dong,” yang kemudian dibalas anggukan oleh waiter tersebut.

Tidak lama setelah itu, seorang perempuan berseragam putih dengan tanda “Trainee” yang tersemat di kemejanya mendatangi Lorraine dan memberikan sebuah pena dan kertas untuk Lorraine menuliskan lagu yang ia inginkan.

Judul lagu: Enchanted

Penyanyi: Taylor Swift

Nama: Lorraine, Flat White’s casual listener ^__^

Setelah selesai menuliskan lagu yang ia inginkan, ia memberikan kembali kertas tersebut kepada Trainee yang sama. Lalu dengan manisnya, Lorraine menunggu dan berharap semoga lagu yang ia tulis menjadi salah satu lagu yang terpilih untuk dinyanyikan oleh home band kesayangannya itu.

Kurang lebih 15 menit berlalu, semua personil band mulai mempersiapkan diri, menempatkan diri di posisi masing-masing. Mulai terdengar petikan lembut dari dawai gitar elektrik yang bertujuan untuk memeriksa apakah keenam dawai itu sudah setala.

Sesi kedua pertunjukan musik dimulai dengan sambutan dari kedua penyanyi. “Selamat malam semuanya, buat yang baru dateng juga selamat malam, sesi ini bakal kita mulai langsung dengan request-an salah satu dari kakak-kakak yang hadir di sini, ya!”

“Kita mulai dari lagu apa dulu ya ini enaknya?” tanya penyanyi laki-laki jebolan salah satu ajang menyanyi bergengsi di Indonesia itu kepada partnernya.

Penyanyi perempuan berpakaian dalaman hitam, dibalut dengan kemeja putih yang diikat di perutnya mulai mengambil tumpukan kertas berisi saran lagu dari pengunjung cafe malam itu. “Kita liat dulu ya..”

“Wah, seru nih, ada yang request lagu yang sama.” kata si penyanyi perempuan.

Si penyanyi laki-laki menunjukkan ekspresi tertarik dan membuka mulutnya seperti orang terkejut. “Waduh, request lagu apa tuh?”

Enchanted by Taylor Swift ini di-request sama Kak Lorraine — “

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, penyanyi laki-laki menyela dan menyapa Lorraine yang namanya memang sudah sangat tidak asing bagi mereka. “Halo Lorraine! Apa kabar, nih?”

“Baik, dong!” teriak Lorraine, karena posisi meja yang agak jauh dari panggung.

“Hahahah, nice to see you again, Lorraine! Okay kita lanjut ya, ini selain Kak Lorraine, ada yang request lagu yang sama, namanya Kak Arista — atau Ariesta?”

Mata Lorraine membelalak, nama itu sangat tidak asing di telinga, bahkan hatinya. “Ariesta? Ariesta Raharja?” batinnya. Sembari memutar kenang dalam kening yang ia asosiasikan dengan nama itu, matanya mencoba mencari keberadaan laki-laki yang ada di bayangannya.

Kedua insan itu seperti sedang menyalakan radar mereka, tepat di waktu yang sama mata mereka bertemu. Dan disitulah ia berdiri, seorang pria bernama Ariesta Raharja dengan potongan undercut khasnya. Setelah sekian lama tak mendengar kabar, akhirnya Lorraine diberi kesempatan untuk melihat kedua mata cokelat favoritnya itu. Semua perasaan dalam hatinya bercampur, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan.

Alunan musik mulai memenuhi telinga seluruh orang di tempat itu, tetapi bagi Ariesta dan Lorraine waktu seakan sedang berhenti, menyisakan mereka dengan segala memori dan rasa yang sudah lama terkubur dalam diri masing-masing.

There I was again tonight, forcing laughter faking smiles, same old tired lonely place.

Lagu yang mereka berdua sarankan itu seperti sedang menceritakan keadaan mereka. Ariesta memberanikan diri untuk maju beberapa langkah, menghampiri Lorraine, dan membuyarkan lamunan mereka.

Walls of insincerity, shifting eyes and vacancy, vanished when I saw your face.

Dengan sangat canggung, Ariesta menjulurkan tangannya yang ia kepalkan, mengajak Lorraine untuk melakukan tos. “Lor, heh, apa kabar?”

Membalas gestur laki-laki yang sempat lama mengisi hatinya itu, ia menjulurkan tangannya, mengepalkannya, dan menempelkan kedua kepalan tangan itu. Sentuhan pertama dalam sekian purnama. “Baik, Ries. Kamu?”

All I can say is, it was enchanting to meet you.

Kedua insan itu menghabiskan waktu mereka, menyusul ketertinggalan mereka dalam hidup satu sama lain dengan dialog panjang nan ringan. Aneh rasanya bagi Lorraine untuk mencoba mengenal sesosok manusia yang sudah karib dengan dirinya.

Ariesta yang awalnya datang ke tempat ini dengan sahabatnya, Brian, meninggalkan sahabatnya itu di meja awal mereka. Brian tidak mengambil pusing, ia tau persis apa yang pernah terjadi kepada mereka berdua, dan memang pertemuan ini diperlukan, setidaknya menurut Brian. Banyak sekali hal yang belum selesai di antara mereka, mungkin memang semesta merestui pertemuan ini.

“Loh, sek, berarti kamu kerjanya sekarang di?” tanya Ariesta.

“Aku ndek Le Meridien, Ries. Tau nggak?” Lorraine kembali bertanya.

Aries mengarahkan pandangannya ke langit-langit, berpikir keras. “Yang di barat bukan, sih? Deket sini, kan?”

Lorraine menghisap asap dari rokoknya, tanpa menghembuskan kembali asap itu, ia menjawab pertanyaan Aries, membuat asap tipis keluar tidak beraturan dari mulutnya. “Iyo, yang deket sini,”

Lek kamu di mana?”

“Aku di Lux, Lor, bar itu lho, deket sini juga kok. Arah ke Pakuwon sini.” Aries menunjuk ke arah jalan yang ia maksud. Dibalas anggukan oleh Lorraine.

Tepat di detik itu, intro dari lagu yang akrab di telinga mereka pun dimainkan, mengisi kediaman canggung di antara mereka.

Took a deep breath in the mirror, he didn’t like it when I wore high heels, but I do.

Taylor Swift memang merupakan salah satu musisi paling terkenal di dunia, tapi tidak banyak laki-laki yang mengenal baik lagu-lagu di album Taylor selain track yang terkenal dan memang sering dimainkan di radio. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Ariesta, ia tidak menggolongkan dirinya sebagai Swifties — penggemar berat Taylor Swift — tapi ia banyak mengetahui lagu-lagu Taylor Swift yang tidak terlalu terkenal. Begitu pula lagu yang sedang dimainkan oleh Flat White Band sebagai lagu penutup sesi mereka hari ini, yaitu lagu urutan ke-16 di album Red milik Taylor Swift berjudul Begin Again.

You pull my chair out and help me in and you don’t know how nice that is, but I do.

Sepasang manusia yang dipertemukan secara tidak sengaja itu bernyanyi dengan penghayatan yang sangat tinggi, mengangkat kedua tangan, mengayunkannya ke kanan dan kekiri, memejamkan mata dan meneriakkan bait demi bait liriknya. Kedua pasang mata mereka kembali bertemu, entah datang dari mana tawa yang tak diundang itu, tapi ialah yang menjadi penutup episode penghayatan lagu kali ini. Ariesta tertawa dengan sangat kencang sambil memukul pahanya dengan lumayan keras, mengarahkan kepalanya ke atas sembari menutup matanya.

And you throw your head back laughing like a little kid, I think it’s strange that you think I’m funny, ’cause he never did.

Lorraine tidak pernah merasa sebahagia ini selama delapan atau bahkan sembilan bulan ke belakang. Melihat masa lalunya bertumbuh menjadi seorang individu yang jauh lebih dewasa, tetapi konsisten dengan sisi jenakanya. Rasanya ia utuh, sudah ia temukan kepingan yang selama ini hilang dari dirinya.

I’ve been spending the last eight months, thinking all love ever does is break and burn, and end.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, walaupun Lorraine tidak sedikitpun ingin beranjak dari tempat itu, ia tahu bahwa ia harus kembali ke kediamannya agar ia bisa mendapatkan istirahat yang cukup untuk menghadapi neraka di esok pagi. “Ries, aku boleh minta nomermu nggak? Soalnya nomorku ganti.”

Yo boleh, lah.” Aries pun mendiktekan nomor ponselnya kepada Lorraine, dan kemudian meminta Lorraine untuk menelpon nomornya agar Aries juga dapat menyimpan nomor Lorraine.

Setelah sekian lama, Lorraine akhirnya menemukan kembali rasa yang selama ini hilang dari hidupnya; harap. Harapan untuk terus melanjutkan perjalanannya, harapan bahwa hari esok bisa menjadi hari yang baik, itu yang selama ini ia cari, dan entah kenapa hatinya berkata bahwa Aries adalah orang yang bisa membantunya, membuat hidupnya sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Hendaknya saja datang jawaban dari segala pertanyaannya, baik tentang masa lalunya — terutama tentang Aries — maupun masa yang akan datang — lebih baik lagi jika bersama Aries.

Aries.

But on a Wednesday in a cafe, I watched it begin again.

brought to you by,

© zumakore

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Zoe Rahajoe
Zoe Rahajoe

No responses yet

Write a response